Kamis, 15 Desember 2016

Tari Tunggal, Pengertian, Contoh dan Penjelasannya

Tari Tunggal, Pengertian, Contoh dan Penjelasannya

Tari Tunggal, Pengertian, Contoh dan Penjelasannya
ilustrasi

Seni Budaya Indonesia │ Tarian dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu tari tunggal yang akan dimainkan oleh 1 orang penari, tari berpasangan yang dimainkan secara berpasangan, dan tari kelompok yang dimainkan oleh kelompok penari.

Mari kita bahas tentang pengertian dan contoh tari tunggal. Tari tunggal adalah tari yang dipentaskan oleh satu orang penari saja. Dibandingkan jenis tari berpasangan dan tari kelompok, tari tunggal cenderung lebih mudah dipelajari dan dipentaskan karena unsur kekompakan tidak terlalu diperlukan. Para penarinya hanya berfokus pada gerakannya masing-masing untuk menciptakan wirasa, wirama, dan wiraga yang seindah mungkin.

Ada banyak contoh tari tunggal dalam budaya tari tradisional Indonesia. Berikut contoh-contoh dan penjelasannya. 

1. Tari Jaipong 

Siapa tak kenal dengan tarian khas Karawang, Jawa Barat ini. ciri khas gerakan semi erotis yang diperagakan penarinya dengan diiringi tabuhan gendang membuat tarian ini sempat populer di tahun 80-an sebagai salah satu alternatif hiburan rakyat. Tarian yang dipentaskan oleh seorang sinden perempuan ini juga masuk dalam katagori contoh tari tunggal. Pasalnya hingga kini, sangat jarang tarian ini dipentaskan secara bersama-sama.

2. Tari Kancet Ledo 

Tari kancet ledo sering kali disebut dengan nama tari gong. Dinamai demikian karena tarian yang berasal dari budaya suku dayak Kenyah di Kalimantan Timur ini dipentaskan di atas sebuah gong besar. Saat menari, penarinya menggunakan pakaian adat Kalimantan Timur dan properti berupa bulu burung enggang sambil menginjak sebuah gong. Tari kancet ledo sendiri ditarikan oleh seorang gadis. Tema yang diangkat adalah tentang kehidupan dan sikap seorang gadis dayak yang penuh dengan kelembutan. Kendati termasuk contoh tari tunggal, kancet ledo saat ini kerap juga dipentaskan secara bersama-sama oleh lebih dari 2 penari. 

3. Tari Gandrung 

Tari gandrung adalah tari tradisional yang berasal dari budaya masyarakat Banyuwangi, Jawa Timur. Tarian ini dahulunya dipentaskan sebagai bentuk ucapan rasa syukur atas hasil panen yang berlimpah. Ia dipentaskan oleh seorang gadis dengan tabuhan gamelan dan musik pengiring lainnya. Kendati termasuk contoh tari tunggal, ia juga dewasa ini dapat dipentaskan secara berkelompok. 

4. Tari Pendet 

Tari pendet adalah tari tradisional asal Bali yang diciptakan oleh seorang seniman I Wayan Rindi. Dahulu, tari ini hanya dipentaskan oleh 1 orang penari wanita saja, namun pada perkembangannya ia kini juga dapat dimainkan oleh lebih dari 3 orang penari. Tarian ini berfungsi sebagai tarian selamat datang untuk menyambut tamu agung yang datang ke Bali. Ia sangat populer bahkan bagi masyarakat Internasional karena adanya ciri khas gerakan yaitu gerak mata yang tajam dan mimik wajah penarinya yang memiliki nuansa anggun.

5. Tari Srimpi 

Tari serimpi adalah tari klasik yang dipopulerkan oleh keraton Kasultanan Mataram sebagai tari sakral saat prosesi pengangkatan sultan menuju tahtanya. Tarian ini termasuk contoh tari tunggal karena hanya dipentaskan oleh satu orang penari, meskipun kini kita juga dapat menemukan pementasannya dilakukan oleh lebih dari 3 orang. Gerakan-gerakan tari serimpi menggambarkan kelemahlembutan wanita Jawa yang khas dengan selendang panjang yang berfungsi sebagai properti tariannya. 

Selain contoh tarian di atas, terdapat beberapa contoh tari tunggal lainnya yang perlu Anda ketahui. Berikut ini beberapa contoh tersebut: Tari talendhek asal Jawa Timur Tari gambyong asal Jawa Tengah Tari cokek asal Jawa Tengah Tari batek baris asal Sumbawa Tari leleng asal Kalimantan Tari merak asal Sunda dan Bali  

Demikianlah sekilas tari tunggal dan penjelasannya. Semoga bermanfaat

Terima kasih.

Ref : adat-tradisional.blogspot.com



Rabu, 14 Desember 2016

Tari Kelompok, Pengertian, Contoh dan Penjelasannya

Tari Kelompok, Pengertian, Contoh dan Penjelasannya

Tari Kelompok, Pengertian, Contoh dan Penjelasannya

Seni Budaya Indonesia │ Tarian dapat dikelompokan dalam 3 jenis, yaitu tari tunggal, tari berpasangan, dan tari kelompok. Nah, melanjutkan pembahasan dan akan mengulas tentang pengertian dan contoh tari kelompok lengkap dengan asal daerahnya. 

Tari kelompok adalah jenis tarian yang dipentaskan secara berkelompok oleh beberapa penari secara bersama-sama. Contoh tari kelompok tersebut antara lain :

1. Tari Saman asal Aceh 

Tari saman merupakan salah satu tari tradisional yang sangat populer dikancah internasional. Tarian ini dipentaskan oleh para penari berjumlah ganjil secara berkelompok. Gerakan yang mendominasi adalah gerak tepuk tangan, tepuk dada, tepuk paha, dan tepuk lantai yang berpadu secara dinamis dan saling melengkapi. Asal usul tari saman diperkirakan berasal dari akulturasi budaya Melayu Aceh dan budaya Islam. Hingga kini tarian ini masih sering dipentaskan dalam berbagai even.

2. Tari Kecak asal Bali 

Siapa yang tak kenal dengan tari asal Bali yang satu ini. tari kecak adalah sebuah tarian yang sangat dikenal karena ciri khasnya yang dipentaskan oleh banyak orang sekaligus, yakni sekitar 50 sd 70 orang. Tarian yang mengangkat kisah tentang kisah cinta Sri Rama dan Dewi Sinta ini juga termasuk contoh tari kelompok.

3. Tari Piring asal Sumatera Barat 

Selain tari saman, tari piring asal Sumatera Barat juga merupakan contoh tari kelompok. Tarian ini dipentaskan dengan properti utama yaitu sepasang piring yang dipegang para penarinya. Para penarinya sendiri berjumlah ganjil, sedikitnya 3 orang dan paling banyak 9 orang. Tari ini mengisahkan tentang perjalanan hidup seorang petani dengan kegiatan bercocok tanam yang dilakukannya. 

4. Tari Kipas Pakarena asal Sulawesi Selatan 

Masyarakat Gowa-Sulawesi Selatan juga dikenal memiliki budaya yang telah maju sejak masa silam. hal ini dibuktikan dengan adanya sebuah tarian etnik yang bernama tari kipas pakarena. Tarian ini juga merupakan contoh tari kelompok karena dipentaskan secara bersama-sama oleh beberapa orang penari. Properti utama yang digunakan dalam tarian ini adalah sepasang kipas yang digerakan secara mendayu-dayu mengikuti irama musik pengiringnya.

5. Tari Gambyong asal Jawa Tengah 

Tari gambyong adalah tari yang berasal dari budaya masyarakat Jawa kelas bawah. Tarian ini kemudian dikembangkan menjadi tarian klasik khas keraton karena ketertarikan raja Surakarta pada keindahan tarian ini. Gambyong sendiri juga merupakan contoh tari kelompok karena dalam pementasannya ia dimainkan oleh beberapa orang penari sekaligus.

Masih terdapat banyak contoh tari kelompok lainnya yang dapat kita temukan dalam budaya masyarakat asli Indonesia. seperti tari kuda lumping, tari serimpi, dan tari bedaya. 

Demikianlah ulasan tentang pengertian dan contoh tari kelompok beserta penjelasannya.

Sumber: adat-tradisional.blogspot.com

Selasa, 13 Desember 2016

Tari Berpasangan, Contoh dan Asal Daerahnya

Tari Berpasangan, Contoh dan Asal Daerahnya

Tari Berpasangan, Contoh dan Asal Daerahnya

Seni Budaya Indonesia │ Berdasarkan jumlah penari dan setting panggungnya, tarian dapat dikelompokan ke dalam 3 jenis, yaitu tari tunggal, tari berpasangan, dan tari kelompok.  Tari berpasangan adalah jenis tarian yang dimainkan atau dipentaskan secara berpasangan oleh 2 orang penari. Sepasang penari tersebut boleh sesama jenis (penari pria dengan penari pria atau penari wanita dengan penari wanita) atau berbeda jenis (penari pria dengan penari wanita), yang jelas dalam setiap gerakan tari yang diperagakan keduanya harus saling mengisi satu sama lainnya sehingga menciptakan wiraga, wirasa, dan wirama yang dapat menjadi sarana hiburan.

Adapun meski dimainkan secara berpasangan, namun jenis tari ini juga dapat dimainkan oleh lebih dari 2 orang dalam satu panggung, asalkan penari-penari dalam panggung tersebut terdiri dari pasangan-pasangan penari yang bergerak saling mengisi satu sama lain. 

Untuk jelasnya simak beberapa contoh berikut ini. 

1. Tari Payung asal Sumatera Barat 

Tari payung yang berasal dari Sumatera Barat juga merupakan salah satu contoh tari berpasangan. Sama seperti tari serampang dua belas, tarian yang menggunakan payung sebagai properti utamanya ini juga mengisahkan perjalanan cinta sepasang muda mudi hingga keduanya dipertemukan dalam ikatan pernikahan. Dalam satu panggung, tarian ini kerap dimainkan oleh 3 sampai 4 pasang penari (6 sd 8 orang). Setiap pasangan penari harus memperagakan gerakan yang sama seiring dengan irama tabuhan alat musik dan syair yang dinyanyikan.

2. Tari Serampang Dua Belas asal Melayu Deli 

Contoh tari berpasangan yang pertama adalah tari serampang dua belas asal Provinsi Sumatera Utara. Sesuai dengan tema yang diangkat dalam tarian ini, yaitu cerita perjalanan cinta sepasang bujang gadis dalam menemukan jodohnya, tarian ini juga diperagakan secara berpasangan oleh sepasang penari pria dan wanita. Dalam satu panggung, biasanya terdapat 2 sampai 3 pasang penari (4 sd 6 orang). Mereka mementaskan 12 babak sendra tari dengan gerakan yang saling mengisi. 

3. Tari Janger asal Bali 

Contoh tari berpasangan selanjutnya adalah tari Janger. Tari tradisional asal Bali ini dipentaskan oleh 10 orang yang terdiri dari pasangan muda mudi. Lima penari pria disebut Kecak, sementara 5 penari wanita disebut Janger. Tarian ini merupakan sendra tari yang mengangkat kisah atau drama tentang Arjuna Wiwaha, Sunda Upasada, dan lain sebagainya. Meski tidak sepopuler tari kecak atau tari pendet, tarian ini sebetulnya memiliki makna yang mendalam. Selengkapnya tentang tarian ini, silakan simak di link ini.

4. Tari Ketuk Tilu asal Jawa Barat 

Tari ketuk tilu adalah tari tradisional Jawa Barat yang menjadi cikal bakal lahirnya tari Jaipong Karawang. Tarian ini juga merupakan contoh tari berpasangan karena dipentaskan oleh penari-penari wanita yang gerakannya dinamis dan saling mengisi. Nama ketuk tilu sendiri berasal dari bunyi tabuhan 3 buah bonang yang menjadi musik pengirinya. Kendati cukup terkenal di masa silam, saat ini kepopuleran tari ketuk tilu justru kalah bila dibandingkan tari jaipong.

5. Tari Legong asal Bali 

Selain tari kecak dan tari pendet, Bali juga terkenal dengan tari tradisional lainnya yaitu tari legong. Tarian ini juga merupakan contoh tari berpasangan karena dimainkan oleh 2 orang penari perempuan. Karena merupakan tarian ritual persembahan, legong dahulunya hanya boleh dimainkan oleh perempuan atau gadis yang masih suci alias belum pernah menstruasi. Namun, seiring pergeseran fungsinya, yang mana saat ini ia lebih digunakan sebagai media hiburan, maka pakem tersebut juga sudah mulai ditinggalkan. 


Selain itu, berikut ini beberapa contoh lain seperti Bambangan Cakil, Srikandi Burisrawa, Srikandi Cakil, Adaninggar Kelaswara, Srikandi Mustakeweni, dan Pemburu Kijang asal Jawa Tengah. Umarmaya-Umarmadi asal daerah Yogyakarta. Jaran Goyang asal Jawa Timur. Ketuk Tilu, Panji Semirang, Oleg Tambulilingan, dan Joget asal Bali. Mapia, Gale-Gale, dan Yosim asal Papua. 

Demikian penjelasan tentang Tari Berpasangan, Contoh dan Asal Daerahnya. Semoga bermanfaat 

Sumber: adat-tradisional.blogspot.com

Senin, 12 Desember 2016

Unsur Unsur Tari, Contoh Penerapan, Serta Penjelasannya

Unsur Unsur Tari, Contoh Penerapan, dan Penjelasannya 

Unsur Unsur Tari, Contoh Penerapan, Serta Penjelasannya


Seni Budaya Indonesia │ Sebuah tarian tersusun dari beberapa unsur pendukung yang saling melengkapi untuk menghasilkan wirasa, wirama, dan wiraga yang apik dan menghibur. Unsur unsur tari tersebut meliputi gerakan, iringan, tema, tata rias, tata busana, setting panggung, dan properti tari. 

Bagi Anda yang ingin mengetahuinya, artikel ini akan membahas tentang unsur unsur tari dan penjelasannya tersebut lengkap dengan contoh-contoh penerapannya dalam sebuah tarian.

Silakan simak pembahasan berikut ini :

1. Unsur Gerakan 

Unsur gerakan adalah unsur utama yang menyokong sebuah tarian. Tarian dikatakan indah atau tidak salah satu poin utamanya ditentukan dari bagaimana gerakan tari yang dimainkan. Gerakan tari sendiri meliputi beberapa unsur di antaranya gerak tangan, gerak kaki, gerak leher, gerak wajah (mimik), gerak jari, dan gerak mata. Adapun bila dibagi berdasarkan maknanya, gerakan tari dibedakan menjadi 2, yaitu gerak maknawi atau gerak yang mengandung suatu makna filosofis tertentu dan gerak murni atau gerak yang hanya mengedepankan sisi estetisnya saja. Contoh gerak maknawi dapat kita temukan pada tarian serampang dua belas asal Riau. Pada tarian tersebut kita akan menemukan gerakan-gerakan yang melambangkan kisah cinta sepasang muda mudi. Adapun contoh gerak murni dapat kita temukan pada tari saman asal Aceh. Pada tarian tersebut, gerakan penari mengedepankan kekompakan dan sisi estetis tarian semata. 

2. Unsur Iringan 

Setiap gerakan tari pasti selalu diiringi oleh iringan musik. Selain unsur gerak dan unsur unsur tari lainnya, bunyi iringan juga menambah nilai wirasa, wirama, dan wiraga tarian sehingga tampak lebih indah. iringan sendiri dapat dibedakan menjadi 3 macam, yaitu iringan alat musik saja, iringan suara penyanyi, dan gabungan keduanya. Contoh tari yang diiringi bunyi alat musik saja adalah tari pendet asal bali, contoh tari yang diiringi suara penyanyi saja adalah tari kecak, sementara contoh tari yang diiringi oleh tetabuhan musik sekaligus juga oleh suara penyanyi adalah tari Jaipong asal Jawa Barat. 

3. Unsur Tema 

Suatu tarian pasti tidak bisa dilepaskan dari unsur tema yang diangkat dalam pertunjukannya. Tema tarian menambah wirasa bagi para penonton dan penikmat tarian. Contoh tema dalam sebuah tarian di antaranya tari bondan yang mengangkat tema tentang kehidupan seorang gadis yang menjadi ibu, tari kecak yang mengangkat tema tentang kisah ramayana, dan tari sekapur sirih yang mengangkat tema penghormatan pada tamu yang datang. 

4. Unsur Tata Busana 

Para penari dalam tarian apapun, saat mementaskan tarian pasti ia akan menggunakan busana khusus sesuai dengan tema tarian yang diangkat. Dalam tari tradisional misalnya mereka akan menggunakan pakaian adat sebagai busana wajibnya, sementara pada tari modern busana yang dikenakan dapat disesuaikan. Contoh busana tari modern adalah busana kupu-kupu yang dikenakan dalam pertunjukan tari kupu-kupu. 

5. Unsur Tata Rias 

Selain menggunakan busana khusus, para penari juga akan dirias sedemikian rupa agar dengan riasan khusus. Riasan memberikan nilai tambah pada keindahan wirasa tarian. Unsur unsur tari yang lain tidak akan menghasilkan perpaduan yang apik bila penarinya tampak tidak cantik atau menarik. Oleh karenanya unsur satu ini juga perlu diperhatikan. 

6. Unsur Setting Panggung 

Yang tak kalah penting adalah adanya setting panggung sedemikian rupa yang mengatur bagaimana daya guna panggung supaya lebih optimal. Semakin banyak jumlah penari, maka panggung juga harus semakin besar. Contohnya dalam pertunjukan tari kecak, panggung disetiing sedemikian rupa sehingga melingkar dan penonton dapat melihat gerak tari dari segala penjuru. 

7. Unsur Properti 

Properti tari adalah properti atau alat yang digunakan untuk mendukung estetika gerakan dan sebagai sarana yang membantu menyampaikan makna tarian kepada para penonton. Properti tari ada beragam macamnya. Contohnya adalah properti piring pada tari piring, kipas dalam tari kipas, boneka dan perlengkapanya dalam tari bondan, dan lain sebagainya. Nah, demikianlah unsur unsur tari dan penjelasannya. Semoga dapat bermanfaat dan dapat menjadi bahan pembelajaran seni tari untuk kita semua. Artikel ini disarikan dari buku “Seni Tari Indonesia terbitan Erlangga tahun 2015”. 

Terima kasih semoga bermanfaat!

Sumber: adat-tradisional.blogspot.com

Rabu, 30 November 2016

Sejarah dan Penjelasan dari Tari Cakalele Asal Maluku

Sejarah dan Penjelasan dari Tari Cakalele Asal Maluku


Seni Budaya Indonesia │ Tarian ini adalah sejenis tarian perang yang kerap dipentaskan dalam prosesi penyambutan tamu atau ketika pembukaan suatu acara adat. Tari cakalele adalah sebuah tarian tradisional yang berasal dari Provinsi Maluku. Tidak jelas kapan pertama kali tari ini mulai ada, yang jelas sekarang ia menjadi sangat populer dan dikenal sebagai salah satu ikon budaya masyarakat Maluku. Tak heran bila kemudian banyak orang luar Maluku yang tertarik untuk mempelajarinya. 

Berikut ini kami telah sajikan informasi seputar unsur-unsur tari cakalele, mulai dari tema, gerakan, iringan tari, busana (kostum) hingga properti yang digunakan dalam tarian ini.

1. Tema dan Makna Filosofis 

Unsur yang terdapat dalam tarian cakalele sejatinya merupakan perwujudan kepribadian masyarakat Maluku yang berani dan tak gentar dalam mempertahankan harga dirinya. Harkat dan martabat masyarakat Maluku adalah di atas segalanya. Barang siapa mencoba mengusiknya, maka tak segan bagi orang Maluku untuk berperang. Oleh karena itulah tarian ini kerap dianggap sebagai simbol kepahlawanan, keberanian, sekaligus patriotisme. 

2. Gerakan Tari Cakalele 

Gerakan tari cakalele jauh dari kesan kelembutan, sangat berbeda bila dibandingkan tari-tari tradisional Indonesia lainnya yang berasal dari Sumatera atau Jawa. Gerakan hentak kaki yang diiringi oleh teriakan-teriakan dari para penarinya menunjukan tarian ini sarat dengan nuansa garang. Pada bagian tengah tarian bahkan para penari memperagakan gerak beradu, berperang satu lawan satu secara berpasangan. Secara sekilas, gerakan-gerakan tersebut bisa Anda lihat pada video tari Cakalele berikut ini. 

3. Iringan Tari 

Tari cakalele pada awalnya dilengkapi oleh paduan beberapa alat musik tradisional Maluku seperti tifa, drum bia, suling, tambur, hingga flute. Namun, seiring perkembangannya kecuali tifa, semua alat musik tersebut ditinggalkan. Sehingga tarian ini hanya diiringi oleh tepukan tifa saja serta teriakan-teriakan yang dilontarkan para penarinya. 

4. Setting Panggung 

Setting panggung menjadi salah satu unsur dalam tarian yang paling mendapat perhatian. Pasalnya tarian ini kerap dibawakan oleh orang dalam jumlah besar, yakni sedikitnya 30 orang. Para penarinya sendiri terdiri dari pria dan wanita. Gerakan Tari Bondan Surakarta Gerakan Tari Cokek Betawi Gerakan Tari Kupu Kupu Bali 

5. Tata Rias dan Tata Busana 

Penari Cakalele pria dirias menggunakan riasan sederhana. Busana yang dikenakan para pria terdiri dari celana berkain merah dan ikat kepala yang juga berwarna merah serta sebuah topi almunium yang dilengkapi dengan hiasan 2 bulu burung. Terkadang mereka tidak mengenakan penutup badan (atasan), tapi kadang juga ada yang menggunakannya. Jika para pria mengenakan pakaian merah, para penari wanita justru mengenakan pakaian warna putih. Merahnya pakaian pria melambangkan keberanian sementara putihnya pakaian wanita melambangkan kesucian. 

6. Properti Tari 

Properti tari yang digunakan adalah senjata tradisional Maluku yang berupa parang dan tameng salawaku. Senjata ini digunakan para penari pria dalam pementasan. Sementara para penari wanita hanya menggunakan properti berupa sapu tangan putih yang bernama lenso.

Demikian ulasan tentang tari cakalele yang berasal dari Maluku

Terima kasih, semoga bermanfaat!

Sumber: adat-tradisional.blogspot.com

Selasa, 29 November 2016

Sejarah, Gerakan dan Penjelasan Tari Cendrawasih Asal Bali

Sejarah, Gerakan dan Penjelasan Tari Cendrawasih Asal Bali

Sejarah, Gerakan dan Penjelasan Tari Cendrawasih Asal Bali

Seni Budaya Indonesia │ Meski namanya seperti burung yang berasal dari tanah Papua, namun ternyata tari cendrawasih merupakan suatu tari yang berasal dari Bali. Tari kreasi baru yang diciptakan oleh seorang Artis Bali bernama I Gede Manik ini pertama kali ditampilkan di awal tahun 1920 an di subdistrik Sawan Kabupaten Buleleng. Sejak saat itu, pengembangan koreografi dan unsur-unsur tarian ini terus terjadi. Hingga kini, tari cendrawasih yang kerap dipentaskan justru merupakan hasil arasemen koreografi N. L. N. Swasthi Wijaya Bandem.


Sesuai namanya tari cendrawasih merupakan tarian yang gerakannya terinspirasi dari kehidupan burung, sama seperti tari Manuk Rawa dan tari Belibis yang juga merupakan bagian dari seni tari Bali. Burung cendrawasih sendiri dalam mitologi Hindu Bali dianggap sebagai burungnya para dewa atau disebut Manuk Dewata.

Penjelasan dari unsur Tari Cendrawasih sebagai berikut :

1. Tema dan Makna Filosofis

Tari Cendrawasih merupakan tari yang mengangkat tema atau kisah mengenai sepasang burung cendrawasih yang tengah memadu Afeksi. Namun, bila dipahami lagi, dengan cara eksplisit tarian ini mempunyai makna filosofis mengenai Estetika pulau Bali yang tiadak bandingnya, bagus dari segi Estetika alam ataupun dari segi Estetika budaya.

2. Gerakan Tari Cendrawasih

Gerakan tari cendrawasih terbagi ke dalam 3 bagian atau pembabakan, yaitu bagian awal (pepeson), bagian utama (pengawak), dan bagian akhir (pengipuk).

Bagian awal ditandai dengan munculnya seorang penari yang dilanjutkan dengan gerak berputar, agem kanan, agem kiri, gerak nyelendo, nyosol, dan kembali lagi ke gerakan berputar dan seterusnya. Bagian utama ditandai dengan masuknya penari ke dua ke atas Anjung seraya Dinamis meiberan bersama penari pertama saling Antagonis arah. Gerakan dilanjutkan dengan agem kanan, gerak ngengsong, ngombak angke, mekecog kanan, agem kiri, nyolsol, mencogan, dan nyigsig. Gerakan ini diulang sebanyak 2 kali hingga mereka menjalankan gerak Epilog yaitu gerak pengipuk.

dengan cara sederhana, kita Bisa mempelajari gerakan-gerakan tari cendrawasih tersebut di video yang telah kami sematkan berikut ini.


3. Setting Anjung

Tari cendrawasih disajikan oleh 2 orang penari perempuan. Sesuai dengan temanya, Disorientasi seorang penari berperan sebagai burung cendrawasih betina, dan seorang lainnya berperan sebagai burung cendrawasih jantan. Kedua penari tersebut tak naik ke Anjung dengan cara bersamaan, melainkan Disorientasi satunya –yakni yang berperan sebagai cendrawasih betina akan lebih dahulu menari, baru disusul penari lainnya di pertengahan pertunjukan.

4. Iringan Musik

Tari cendrawasih juga diiringi oleh paduan musik gamelan Bali dan beberapa alat musik tradisional Bali lainnya, seperti Pereret, Rindik, cengceng, dan genggong. Setiap tabuhan alat musik tersebut akan selalu selaras dengan gerak tubuh penari cendrawasih. Selain itu, ekspresi wajah terutama gerak mata menjadi Disorientasi satu bagian yang tak terpisahkan irama musik pengiringnya.

5. Tata Rias dan Tata Busana

Sesuai dengan tema yang diangkat, para penari tari cendrawasih akan dirias sedemikian rupa sehingga tampak teranalogi dengan bentuk tubuh burung cendrawasih. Untuk atasan, mereka memakai kemben, sementara untuk atasan memakai rok panjang dengan motif keemasan. Adapun aksesoris yang digunakan merupakan suatu mahkota dengan ornamen jambul bergaya panji, gelang bahu, dan kalung emas.

Disorientasi satu elemen penting dalam tata rias tari cendrawasih terletak di riasan mata. Dengan balutan eye shadow hitam, riasan dibuat sedemikian rupa supaya bola mata terlihat lebih besar. Elemen ini penting untuk menunjukan kesan kuat di setiap gerakan bola mata yang memang menjadi bagian paling menarik di gerakan tari cendrawasih ini.

6. Properti Tari

Dalam tari cendrawasih, tak ada properti yang digunakan selain suatu sampur atau selendang berwarna cerah. Selendang ini merupakan analogi sayap burung cendrawasih, oleh karenanya ia selalu dimainkan sepanjang tarian. Selendang sendiri umumnya diselipkan di pinggang dan memanjang terjuntai ke bawah saat tak dimainkan.

Demikian ulasan mengenai tari cendrawasih asal Bali. Gerak dinamis dari setiap bagian tubuh penarinya ditambah dengan kesan kuat di ekspresi wajah yang disajikan merupakan 2 hal yang membuat tarian ini begitu populer dan digemari para wisatawan mancanegara.

Terima kasih, semoga bermanfaat.

Senin, 28 November 2016

Sejarah, Gerakan dan Penjelasan Tari Kupu-Kupu

Sejarah, Gerakan dan Penjelasan Tari Kupu-Kupu

Seni Budaya Indonesia │ Tari Kupu Kupu adalah sebuah tarian kreasi baru yang diciptakan oleh seorang seniman Bali, bernama I Wayan Beratha pada sekitar tahun 1960-an. Sesuai dengan tempat tinggal penciptanya, maka tarian ini juga dianggap berasal dari Provinsi Bali.

Sejarah, Gerakan dan Penjelasan Tari Kupu-Kupu


Tari Kupu-Kupu

Tari kupu-kupu sendiri termasuk contoh tari yang gerakannya mudah dipelajari. Tak mengherankan bila setelah itu ia kerap diajarkan di anak-anak tingkat sekolah dasar sebagai sarana pengenalan budaya. Nah, di artikel kali ini, kami akan membahas bagaimana gerakan tari kupu-kupu tersebut lengkap dengan latar belakang sejarah kemunculannya, kostum, serta properti-properti yang dibutuhkan untuk mendukung pementasan tarian ini.


1. Tema dan Makna Filosofi
dengan cara filosofis, tari kupu-kupu ciptaan I Wayan Beratha merupakan suatu tari yang menggambarkan kedamaian, eksotisme, dan Estetika pulau dewata, Bali. Gerakan gemulai para penarinya yang tampak seperti kupu-kupu yang sedang terbang ditambah dengan padanan warna-warni kostum yang dikenakan penarinya membuat tarian ini tampak harmonis.

2. Gerakan Tari Kupu Kupu
Tarian ini didominasi oleh semua gerak tubuh, utamanya merupakan gerakan kaki dan tangan yang terus mengikuti ketukan irama kendang. selain itu, gerakan yang paling menonjol merupakan saat pata penarinya memainkan tangannya naik turun seraya memegang selendang berwarna cerah yang tampak seperti sayap kupu-kupu yang tengah terkembang.

dengan cara sederhana, gerakan-gerakan tari kupu-kupu tersebut Bisa kalian lihat di tampilan video di bawah ini.


3. Iringan Tari
Tari kupu-kupu hingga kini kerap dipentaskan bersama iringan gamelan Bali. Bunyi orkestra gamelan yang padu padan diiringi dengan gerakan ritmis yang sesuai irama menghasilkan suatu pertunjukan yang tampak menyejukan hati. Bisa dikatakan, tari kupu kupu merupakan antitesa dari tari Kecak yang kental dengan hentakan-hentakan kasar.

Gamelan Bali yang menjadi satu-satunya pengiring tarian ini dimainkan oleh sekelompok musisi di bagian samping pentas. Jumlah pemain musiknya sendiri tergantung dari berapa alat musik yang dimainkan dalam mengiringi tarian ini. adapun di perkembangannya, tari kreasi baru ini juga kerap dibubuhi oleh nyanyian atau gending yang dibawakan oleh satu atau dua orang sinden.

4. Setting Anjung
bagus pria atau wanita, semuanya boleh menarikan tarian asal Bali ini. kendati begitu, dalam satu kali pertunjukan jarang ditemui pencampuran keduanya. bila ditarikan oleh pria, maka semua penarinya wajib pria, begitu sebaliknya.

Adapun jumlah penarinya sendiri wajib dalam bilangan ganjil, paling sedikit 3 penari dan paling banyak 9 orang penari. Namun, jumlah yang paling sering ditemui merupakan jumlah 5 orang penari.


5. Tata Rias dan Tata Busana
Tata rias dan tata busana yang digunakan para penari tari kupu-kupu dibuat sedemikian rupa sehingga tampak menyerupai bentuk kupu-kupu aslinya. dengan cara pakem, mereka umumnya mengenakan atasan berupa kemben dengan bawahan kain batik. Di bagian kepala dilengkapi dengan semacam mahkota berwarna emas yang mempunyai 2 antena supaya menyerupai bentuk kepala kupu-kupu. Warna kostum sendiri tak ada patokan, yang penting wajib berwarna cerah supaya tampak lebih indah.

6. Properti Tari
Properti utama yang digunakan dalam tarian ini merupakan suatu selendang atau sampur yang diikatkan di pinggang dan digunakan dalam tarian sebagai Citra sayap kupu-kupu. Selain selendang, tak ada properti lain yang digunakan dalam tarian ini.

Nah, demikianlah pemaparan sekilas yang Bisa kami sampaikan mengenai tari kupu-kupu. Saat ini tarian tradisional Bali ini terbagi ke dalam banyak versi. Beberapa pembaruan di antaranya merupakan penambahan dalam gending yang dinyanyikan, misalnya gending Eksklusif menyesuaikan bahasa setempat.

Minggu, 27 November 2016

Sejarah, Gerakan dan Penjelasan Tari Cokek Asal Betawi

Sejarah, Gerakan dan Penjelasan Tari Cokek Asal Betawi 


Seni Budaya Indonesia │ Tari Cokek adalah sebuah tari tradisional yang berasal dari budaya masyarakat Betawi, DKI Jakarta. Tarian ini lahir dari akulturasi budaya Tionghoa dan budaya Betawi pada masa silam. Asal usul tarian ini diperkirakan bermula ketika ada seorang tuan tanah keturunan Tionghoa, bernama Tan Sio Kek yang kerap mengadakan pesta di rumahnya. Pesta ini menyuguhkan permainan musik khas Tionghoa dengan instrumen seperti rebab 2 dawai yang dipadukan dengan alat musik tradisional Betawi, seperti suling, gong, dan kendang. Dari permainan musik ini, para tamu yang datang ikut menari mengikuti irama dari tetabuhan yang dimainkan, sehingga lambat laun terciptalah tarian yang bernama Cokek ini.

Tari Cokek Nama Cokek pada tarian ini diperkirakan berasal dari nama selendang yang digunakan dalam tarian. Namun, ada pula yang berpendapat bahwa nama tersebut berasal dari nama si tuan tanah, Tan Sio Kek yang dalam pelafalan Betawi lebih nyaman di sebut Sokek atau Cokek.

Terlepas dari mana sebetulnya nama Cokek diperoleh, yang jelas kini tari Cokek masih tetap eksis khususnya dalam budaya masyarakat Betawi, baik yang ada di DKI Jakarta maupun yang bermukim di daerah Tangerang Selatan dan sekitarnya. 

1. Tema dan Makna Filosofi

Selain sebagai sarana hiburan, kini fungsi tari Cokek kini bergeser menjadi tari ucapan selamat datang bagi tamu. Tak heran bila karena fungsi ini, tari cokek kerap dipentaskan ketika ada acara hajatan sebagai sarana penghormatan bagi tamu yang datang.

2. Gerakan Tari Cokek 

Tari cokek diawali dengan wawayangan atau alunan musik gambang kromong yang mengiringi masuknya para penari wanita ke atas panggung. Di awal tarian, para penari bergerak maju mundur silih berganti sembari merentangkan tangan setinggi bahu mengikuti irama musik. Gerakan ini dilanjutkan dengan ragam gerakan lain hingga salah satu penari utama mengajak tamu yang hadir untuk ikut menari dengan mengalungkan selendang yang dibawanya ke leher tamu tersebut. Tamu yang mendapat giliran pertama biasanya adalah tamu yang paling terhormat.

3. Iringan Tari 

Tari cokek asal Betawi diiringi oleh permainan alat musik tradisional Betawi, yaitu gambang kromong. Gambang kromong sendiri terdiri dari beberapa instrumen alat musik, misalnya gambang, kromong, suling, gong, gendang, kecrek, dan sukong, tehyan, atau kongahyan. 

4. Setting Panggung 

Dalam pementasan tari cokek, panggung disetting sedemikian rupa agar terkesan luas. Hal ini mengingat nantinya selain diisi oleh para penari, panggung juga bisa diisi oleh para tamu yang diajak menari (ngibing). Para pemain musik gambang kromong yang biasanya terdiri dari 7 orang, kerap berada di bagian belakang atau samping panggung secara berkelompok. Sementara para penarinya yang bisa terdiri dari 5 sd 10 wanita berjajar di atas panggung mengikuti setiap ritme dan irama yang dibawakan para pemusik.

5. Tata Rias dan Tata Busana 

Para penari cokek umumnya akan dirias terlebih dahulu sebelum naik panggung. Rambut mereka disisir rapi ke belakang, dikuncir, atau disanggul lengkap dengan hiasan kembang goyang atau hiasan kepala burung hong. Untuk busananya, mereka mengenakan baju adat Betawi yang terdiri dari baju kurung dan celana hitam berbahan kain satin. Baju kurungnya sendiri biasanya punya warna yang mencolok, seperti hijau, kuning, merah, atau ungu. 

6. Properti Tari 

Tidak ada properti lain yang digunakan dalam tarian ini selain sehelai selendang yang biasa diletakan di bahu penarinya. Selendang yang bernama “Cokek” ini digunakan sebagai sarana mengundang tamu untuk ikut menari di atas panggung, sama seperti fungsi selendang pada tarian Jaipong asal Jawa Barat dan tari Gandrung Banyuwangi. Nah, itulah sekilas penjelasan yang dapat kami sampaikan tentang apresiasi tari Cokek asal Betawi. Hingga kini tari cokek masih kerap dipentaskan baik dalam acara-acara budaya maupun dalam acara kemasyarakatan Betawi, seperti pernikahan, khitan, dan lain sebagainya. 

Sumber: http://adat-tradisional.blogspot.com/2016/11/tari-cokek-asal-betawi-sejarah-gerakan.html
Disalin dari Blog Adat Tradisional.

Sabtu, 26 November 2016

Sejarah, Gerakan dan Penjelasan Tari Bondan Asal Surakarta

Sejarah, Gerakan dan Penjelasan Tari Bondan Asal Surakarta

Seni Budaya Indonesia │ Tari Bondan adalah sebuah tarian tradisional yang berasal dari daerah Surakarta, Jawa Tengah. Tarian ini termasuk tarian klasik yang telah ada sejak lama. Tidak diketahui bagaimana asal mula sejarah kemunculannya tapi yang jelas, tarian ini sekarang sangat populer karena dianggap mewakili kehidupan wanita Jawa pada umumnya.

Sejarah, Gerakan dan Penjelasan Tari Bondan Asal Surakarta


Tari Bondan

Tari Bondan banyak dipelajari di sanggar-sanggar tari yang ada di sekitar Jawa Tengah. Bahkan beberapa tahun terakhir, tarian ini juga menjadi salah satu bagian ekstrakulikuler yang dipelajar di sekolah-sekolah. Penasaran seperti apa keunikan dari tarian tradisional ini? Simak pemaparan sejarah, makna filosofis, ragam gerak, iringan musik, serta aturan-aturan dalam hal kostum dan properti yang wajib ada pada tari Bondan secara lengkap pada pembahasan berikut!

1. Tema dan Makna Filosofi
Tari Bondan secara umum merupakan sebuah sendra tari yang mengisahkan tentang kehidupan seorang ibu dalam mengasuh anaknya yang baru lahir. Kisah yang diangkat dalam sendra tari ini sendiri memiliki nilai filosofis tentang gambaran kehidupan wanita Jawa yang lemah lembut dan penyayang. Selain itu, pada salah satu versinya, yaitu versi Bondan Tani, tarian ini juga menggambarkan filosofis wanita Jawa yang mau bekerja keras dan tak kenal lelah.

2. Gerakan Tari Bondan
Tari Bondan kini terbagi ke dalam 3 versi utama dengan gerakan yang saling berbeda. Ketiga versi tersebut adalah tari Bondan Cindogo, Bondan Mardisiwi, dan tari Bondan Pegunungan atau Bondan Tani.

Ketiga versi tari Bondan tersebut selain memiliki gerakan yang berbeda juga mempunyai tampilan pembawaan dan ekspresi yang berlainan. Tari Bondan Condogo yang menggambarkan kisah seorang ibu saat kehilangan bayinya yang baru lahir setelah meninggal dunia, dibawakan dalam ekspresi dan nuansa sedih; tari Bondan Mardisiwi yang menggambarkan kebahagian seorang ibu yang untuk pertama kalinya memiliki momongan dibawakan dengan ekspresi ceria; sementara tari Bondan Tani (Pegunungan) yang menggambarkan tanggung jawab seorang ibu yang selain bertugas mengasuh bayi juga mau membantu pekerjaan suaminya dibawakan dalam ekspresi yang serius.

Di antara ketiga versi tari Bondan di atas, yang dianggap sebagai versi paling sulit adalah versi Bondan Tani. Dalam versi tersebut, ada sebuah gerakan yang mewajibkan penari untuk menari di atas kendi sambil memegang payung dan boneka sesuai irama gending. Untuk tahu bagaimana sulitnya memperagakan gerakan tersebut, silakan simak video tari Bondan yang sengaja saya sematkan berikut ini.

3. Iringan Tari
Dalam pementasannya, baik pada versi Bondan Cindogo, Bondan Mardisiwi, maupun Bondan Pegunungan secara keseluruhan tari ini akan diiringi dengan orkestra gamelan Jawa yang dimainkan kelompok laki-laki. Selain itu, dalam kelompok pemain gamelan juga terdapat sinden yang menyanyikan syair atau gending khas Jawa, misalnya gending Ayak-ayakan dan gending Ladrang Ginonjing.

4. Setting Panggung
Sejauh pengetahuan kami, tidak ada aturan khusus yang mengatur bagaimana setting panggung dari tari Bondan. Tarian ini dapat dimainkan secara berkelompok maupun tunggal. Adapun bila dilakukan secara berkelompok, para penari harus berjajar dengan jarak sekitar 2 meter. Jarak ini dibuat untuk memudahkan gerakan dan tidak saling berbenturan ketika memperagakan tarian.

5. Tata Rias dan Tata Busana
Riasan dan kostum yang dikenakan para penari Bondan berupa pakaian adat Jawa yang terdiri dari atasan kemben atau kebaya, bawahan kain batik, selendang, benting, serta sanggul yang dirias dengan konde. Kostum dan riasan ini adalah kostum dan riasan sederhana yang dahulu memang umum digunakan oleh para gadis desa.

6. Properti Tari
Hal yang menarik dari tarian ini terletak pada banyaknya properti yang digunakan dalam tarian. Secara umum, properti tari bondan sendiri menyesuaikan dengan versi kisah tari yang dibawakan.

Untuk tari bondan cindogo dan bondan mardisiwi, properti yang digunakan adalah kendi, payung kertas, dan boneka. Sementara dalam tari bondan tani, properti tersebut dilengkapi lagi dengan tenggok (keranjang bambu), caping (topi), dan alat pertanian seperti cangkul, golok, atau sabit.

Demikian sekilas pemaparan yang dapat kami sampaikan tentang tari Bondan asal Surakarta Jawa Tengah. Tarian Bondan hingga kini masih kerap dipentaskan, khususnya ketika ada pagelaran seni budaya, acara pesta panen, menyambut tamu, dan acara budaya lainnya.

Semoga bermanfaat, terima kasih.

Jumat, 25 November 2016

Sejarah dan Penjelasan Tari Gandrung Banyuwangi

Sejarah dan Penjelasan Tari Gandrung Banyuwangi 


Seni Budaya Indonesia │ Gandrung Banyuwangi adalah salah satu jenis tarian yang berasal dari Banyuwangi.  Kata ""Gandrung"" diartikan sebagai terpesonanya masyarakat Blambangan yang agraris kepada Dewi Sri sebagai Dewi Padi yang membawa kesejahteraan bagi masyarakat.

Tari Gandrung Banyuwangi  By : kanal3.files.wordpress.com
Tarian Gandrung Banyuwangi dibawakan sebagai perwujudan rasa syukur masyarakat setiap habis panen.. Kesenian ini masih satu genre dengan seperti Ketuk Tilu di Jawa Barat, Tayub di Jawa Tengah dan Jawa Timur bagian barat, Lengger di wilayah Banyumas dan Joged Bumbung di Bali, dengan melibatkan seorang wanita penari profesional yang menari bersama-sama tamu (terutama pria) dengan iringan musik (gamelan).[butuh rujukan]Gandrung merupakan seni pertunjukan yang disajikan dengan iringan musik khas perpaduan budaya Jawa dan Bali.[butuh rujukan] Tarian dilakukan dalam bentuk berpasangan antara perempuan (penari gandrung) dan laki-laki (pemaju) yang dikenal dengan "paju".

Bentuk kesenian yang didominasi tarian dengan orkestrasi khas ini populer di wilayah Banyuwangi yang terletak di ujung timur Pulau Jawa, dan telah menjadi ciri khas dari wilayah tersebut, hingga tak salah jika Banyuwangi selalu diidentikkan dengan gandrung. Kenyataannya, Banyuwangi sering dijuluki Kota Gandrung dan patung penari gandrung dapat dijumpai di berbagai sudut wilayah Banyuwangi.

Gandrung sering dipentaskan pada berbagai acara, seperti perkawinan, pethik laut, khitanan, tujuh belasan dan acara-acara resmi maupun tak resmi lainnya baik di Banyuwangi maupun wilayah lainnya. Menurut kebiasaan, pertunjukan lengkapnya dimulai sejak sekitar pukul 21.00 dan berakhir hingga menjelang subuh (sekitar pukul 04.00).

Tahapan-Tahapan Pertunjukan

Pertunjukan Gandrung yang asli terbagi atas tiga bagian:

  1. jejer
  2. maju atau ngibing
  3. seblang subuh

Jejer

Bagian ini merupakan pembuka seluruh pertunjukan gandrung. Pada bagian ini, penari menyanyikan beberapa lagu dan menari secara solo, tanpa tamu. Para tamu yang umumnya laki-laki hanya menyaksikan.

Maju

Setelah jejer selesai, maka sang penari mulai memberikan selendang-selendang untuk diberikan kepada tamu. Tamu-tamu pentinglah yang terlebih dahulu mendapat kesempatan menari bersama-sama. Biasanya para tamu terdiri dari empat orang, membentuk bujur sangkar dengan penari berada di tengah-tengah. Sang gandrung akan mendatangi para tamu yang menari dengannya satu persatu dengan gerakan-gerakan yang menggoda, dan itulah esensi dari tari gandrung, yakni tergila-gila atau hawa nafsu.

Setelah selesai, si penari akan mendatang rombongan penonton, dan meminta salah satu penonton untuk memilihkan lagu yang akan dibawakan. Acara ini diselang-seling antara maju dan repèn (nyanyian yang tidak ditarikan), dan berlangsung sepanjang malam hingga menjelang subuh. Kadang-kadang pertunjukan ini menghadapi kekacauan, yang disebabkan oleh para penonton yang menunggu giliran atau mabuk, sehingga perkelahian tak terelakkan lagi.

Seblang subuh

Bagian ini merupakan penutup dari seluruh rangkaian pertunjukan gandrung Banyuwangi. Setelah selesai melakukan maju dan beristirahat sejenak, dimulailah bagian seblang subuh. Dimulai dengan gerakan penari yang perlahan dan penuh penghayatan, kadang sambil membawa kipas yang dikibas-kibaskan menurut irama atau tanpa membawa kipas sama sekali sambil menyanyikan lagu-lagu bertema sedih seperti misalnya seblang lokento. Suasana mistis terasa pada saat bagian seblang subuh ini, karena masih terhubung erat dengan ritual seblang, suatu ritual penyembuhan atau penyucian dan masih dilakukan (meski sulit dijumpai) oleh penari-penari wanita usia lanjut. Pada masa sekarang ini, bagian seblang subuh kerap dihilangkan meskipun sebenarnya bagian ini menjadi penutup satu pertunjukan pentas gandrung.

Busana untuk tubuh terdiri dari baju yang terbuat dari beludru berwarna hitam, dihias dengan ornamen kuning emas, serta manik-manik yang mengkilat dan berbentuk leher botol yang melilit leher hingga dada, sedang bagian pundak dan separuh punggung dibiarkan terbuka. Di bagian leher tersebut dipasang ilat-ilatan yang menutup tengah dada dan sebagai penghias bagian atas. Pada bagian lengan dihias masing-masing dengan satu buah kelat bahu dan bagian pinggang dihias dengan ikat pinggang dan sembong serta diberi hiasan kain berwarna-warni sebagai pemanisnya. Selendang selalu dikenakan di bahu.

Bagian Kepala

Kepala dipasangi hiasan serupa mahkota yang disebut omprok yang terbuat dari kulit kerbau yang disamak dan diberi ornamen berwarna emas dan merah serta diberi ornamen tokoh Antasena, putra Bima yang berkepala manusia raksasa namun berbadan ular serta menutupi seluruh rambut penari gandrung. Pada masa lampau ornamen Antasena ini tidak melekat pada mahkota melainkan setengah terlepas seperti sayap burung. Sejak setelah tahun 1960-an, ornamen ekor Antasena ini kemudian dilekatkan pada omprok hingga menjadi yang sekarang ini.

Selanjutnya pada mahkota tersebut diberi ornamen berwarna perak yang berfungsi membuat wajah sang penari seolah bulat telur, serta ada tambahan ornamen bunga yang disebut cundhuk mentul di atasnya. Sering kali, bagian omprok ini dipasang hio yang pada gilirannya memberi kesan magis.

Bagian Bawah

Penari gandrung menggunakan kain batik dengan corak bermacam-macam. Namun corak batik yang paling banyak dipakai serta menjadi ciri khusus adalah batik dengan corak gajah oling, corak tumbuh-tumbuhan dengan belalai gajah pada dasar kain putih yang menjadi ciri khas Banyuwangi. Sebelum tahun 1930-an, penari gandrung tidak memakai kaus kaki, namun semenjak dekade tersebut penari gandrung selalu memakai kaus kaki putih dalam setiap pertunjukannya.

Pada masa lampau, penari gandrung biasanya membawa dua buah kipas untuk pertunjukannya. Namun kini penari gandrung hanya membawa satu buah kipas dan hanya untuk bagian-bagian tertentu dalam pertunjukannya, khususnya dalam bagian seblang subuh.

Sejarah Tari Gandrung Banyuwangi 

Kesenian gandrung Banyuwangi muncul bersamaan dengan dibabadnya hutan “Tirtagondo” (Tirta arum) untuk membangun ibu kota Balambangan pengganti Pangpang (Ulu Pangpang) atas prakarsa Mas Alit yang dilantik sebagai bupati pada tanggal 2 Februari 1774 di Ulupangpang Demikian antara lain yang diceritakan oleh para sesepuh Banyuwangi tempo dulu.

Mengenai asalnya kesenian gandrung Joh Scholte dalam makalahnya antara lain menulis sebagai berikut: Asalnya lelaki jejaka itu keliling ke desa-desa bersama pemain musik yang memainkan kendang dan terbang dan sebagai penghargaan mereka diberi hadiah berupa beras yang mereka membawanya di dalam sebuah kantong. (Gandroeng Van Banyuwangi 1926, Bab “Gandrung Lelaki”).

Apa yang ditulis oleh Joh Scholte tersebut, tak jauh berbeda dengan cerita tutur yang disampaikan secara turun-temurun, bahwa gandrung semula dilakukan oleh kaum lelaki yang membawa peralatan musik perkusi berupa kendang dan beberapa rebana (terbang). Mereka setiap hari berkeliling mendatangi tempat-tempat yang dihuni oleh sisa-sisa rakyat Balambangan sebelah timur (dewasa ini meliputi Kab. Banyuwangi) yang jumlahnya konon tinggal sekitar lima ribu jiwa, akibat peperangan yaitu penyerbuan Kompeni yang dibantu oleh Mataram dan Madura pada tahun 1767 untuk merebut Balambangan dari kekuasaan Mangwi, hingga berakirnya perang Bayu yang sadis, keji dan brutal dimenangkan oleh Kompeni pada tanggal 11 Oktober 1772. Konon jumlah rakyat yang tewas, melarikan diri, tertawan, hilang tak tentu rimbanya atau di selong (di buang) oleh Kompeni lebih dari enam puluh ribu jiwa. Sedang sisanya yang tinggal sekitar lima ribu jiwa hidup telantar dengan keadaannya yang sangat memprihatinkan terpencar cerai-berai di desa-desa, di pedalaman, bahkan banyak yang belindung di hutan-hutan, terdiri dari para orang tua, para janda serta anak-anak yang tak lagi punya orang tua.(telah yatim piyatu) dan selain itu ada juga yang melarikan diri menyingkir ke negeri lain. Seperti ke Bali, Mataram, Madura dan lain sebagainya.

Setelah usai pertunjukan gandrung menerima semacam imbalan dari penduduk yang mampu berupa beras atau hasil bumi lainnya dan sebagainya. Dan sebenarnya yang tampaknya sebagai imbalan tersebut, merupakan sumbangan yang nantinya dibagi-bagikan kepada mereka yang keadaannya sangat memprihatinkan dipengungsian dan sangat memerlukan bantuan, baik mereka yang mengungsi di pedesaan, di pedalaman, atau yang bertahan hidup dihutan-hutan dengan segala penderitaannya walau peperang telah usai.

Mengenai mereka yang bersikeras hidup di hutan dengan keadaannya yang memprihatinkan tersebut, disinggung oleh C. Lekerkerker yang menulis beberapa kejadian setelah Bayu dapat dihancurkan oleh gempuran Kompeni pada tanggal 11 Oktober 1772, antara lain sebagai berikut; Pada tanggal 7 Nopember 1772, sebanyak 2505 orang lelaki dan perempuan telah menyerahkan diri ke Kompeni, Van Wikkerman mengatakan bahwa Schophoff telah menyuruh menenggelamkan tawanan laki-laki yang dituduh mengobarkan amuk dan yang telah memakan dagingnya dari mayatnya Van Schaar. Juga dikatakan bahwa orang-orang Madura telah merebut para wanita dan anak-anak sebagai hasil perang. Sebagian dari mereka yang berhasil melarikan diri kedalam hutan telah meninggal karena kesengsaraan yang dialami mereka. Sehingga udara yang disebabkan mayat-mayat yang membusuk sampai jarak yang jauh. Yang lainnya menetap dihutan-hutan seperti; Pucang Kerep, Kali Agung, Petang dan sebagainya. Dan mereka bersikap keras tetap tinggal dalam hutan dengan segala penderitaannya.

Berkat munculnya gandrung yang dimanfaatkan sebagai alat perjuang dan yang setiap saat acap kali mengadakan pagelaran dengan mendatangi tempat-tempat yang dihuni oleh sisa-sisa rakyat yang hidup bercerai-berai di pedesaan, di pedalaman dan bahkan sampai yang masih menetap di hutan-hutan dengan keadaannya yang memprihatinkan, kemudian mereka mau kembali kekampung halamannya semula untuk memulai membentuk kehidupan baru atau sebagaian dari mereka ikut membabat hutan Tirta Arum yang kemudian tinggal di ibukota yang baru di bangun atas prakarsa Mas Alit. Setelah selesai ibu kota yang baru dibangun dikenal dengan nama Banyuwangi sesuai dengan konotasi dari nama hutan yang dibabad (Tirta-arum). Dari keterangan tersebut terlihat jelas bahwa tujuan kelahiran kesenian ini ialah menyelamatkan sisa-sisa rakyat yang telah dibantai habis-habisan oleh Kompeni dan membangun kembali bumi Belambangan sebelah timur yang telah hancur porak-poranda akibat serbuan Kompeni (yaitu yang dewasa ini meliputi Daerah Kabupaten Banyuwangi).

Penari Gandrung bersama gamelannya (foto diambil tahun 1910-1930)
By : id.wikipedia.org
Gandrung wanita pertama yang dikenal dalam sejarah adalah gandrung Semi, seorang anak kecil yang waktu itu masih berusia sepuluh tahun pada tahun 1895. Menurut cerita yang dipercaya, waktu itu Semi menderita penyakit yang cukup parah. Segala cara sudah dilakukan hingga ke dukun, namun Semi tak juga kunjung sembuh. Sehingga ibu Semi (Mak Midhah) bernazar seperti “Kadhung sira waras, sun dhadekaken Seblang, kadhung sing yo sing” (Bila kamu sembuh, saya jadikan kamu Seblang, kalau tidak ya tidak jadi). Ternyata, akhirnya Semi sembuh dan dijadikan seblang sekaligus memulai babak baru dengan ditarikannya gandrung oleh wanita.

Menurut catatan sejarah, gandrung pertama kalinya ditarikan oleh para lelaki yang didandani seperti perempuan dan, menurut laporan Scholte (1927), instrumen utama yang mengiringi tarian gandrung lanang ini adalah kendang. Pada saat itu, biola telah digunakan. Namun, gandrung laki-laki ini lambat laun lenyap dari Banyuwangi sekitar tahun 1890an, yang diduga karena ajaran Islam melarang segala bentuk transvestisme atau berdandan seperti perempuan. Namun, tari gandrung laki-laki baru benar-benar lenyap pada tahun 1914, setelah kematian penari terakhirnya, yakni Marsan.

Menurut sejumlah sumber, kelahiran Gandrung ditujukan untuk menghibur para pembabat hutan, mengiringi upacara minta selamat, berkaitan dengan pembabatan hutan yang angker.

Tradisi gandrung yang dilakukan Semi ini kemudian diikuti oleh adik-adik perempuannya dengan menggunakan nama depan Gandrung sebagai nama panggungnya. Kesenian ini kemudian terus berkembang di seantero Banyuwangi dan menjadi ikon khas setempat. Pada mulanya gandrung hanya boleh ditarikan oleh para keturunan penari gandrung sebelumnya, namun sejak tahun 1970-an mulai banyak gadis-gadis muda yang bukan keturunan gandrung yang mempelajari tarian ini dan menjadikannya sebagai sumber mata pencaharian di samping mempertahankan eksistensinya yang makin terdesak sejak akhir abad ke-20.


Perkembangan terakhir

Kesenian gandrung Banyuwangi masih tegar dalam menghadapi gempuran arus globalisasi, yang dipopulerkan melalui media elektronik dan media cetak. Pemerintah Kabupaten Banyuwangi pun bahkan mulai mewajibkan setiap siswanya dari SD hingga SMA untuk mengikuti ekstrakurikuler kesenian Banyuwangi. Salah satu di antaranya diwajibkan mempelajari tari Jejer yang merupakan sempalan dari pertunjukan gandrung Banyuwangi. Itu merupakan salah satu wujud perhatian pemerintah setempat terhadap seni budaya lokal yang sebenarnya sudah mulai terdesak oleh pentas-pentas populer lain seperti dangdut dan campursari.

Sejak tahun 2000, antusiasme seniman-budayawan Dewan Kesenian Blambangan meningkat. Gandrung, dalam pandangan kelompok ini adalah kesenian yang mengandung nilai-nilai historis komunitas Using yang terus-menerus tertekan secara struktural maupun kultural. Dengan kata lain, Gandrung adalah bentuk perlawanan kebudayaan daerah masyarakat Using.

Di sisi lain, penari gandrung tidak pernah lepas dari prasangka atau citra negatif di tengah masyarakat luas. Beberapa kelompok sosial tertentu, terutama kaum santri menilai bahwa penari Gandrung adalah perempuan yang berprofesi amat negatif dan mendapatkan perlakuan yang tidak pantas, tersudut, terpinggirkan dan bahkan terdiskriminasi dalam kehidupan sehari-hari.

Sejak Desember 200, Tari Gandrung resmi menjadi maskot pariwisata Banyuwangi yang disusul pematungan gandrung terpajang di berbagai sudut kota dan desa. Pemerintah Kabupaten Banyuwangi juga memprakarsai promosi gandrung untuk dipentaskan di beberapa tempat seperti Surabaya , Jakarta , Hongkong, dan beberapa kota di Amerika Serikat.

Tata busana penari Gandrung Banyuwangi khas, dan berbeda dengan tarian bagian Jawa lain. Ada pengaruh Bali (Kerajaaan Blambangan) yang tampak. Semoga bermanfaat

Terima kasih.

Sumber : id.wikipedia.org

Kamis, 24 November 2016

Tari Tanggai Asal Palembang : Sejarah, Gerakan, Video, dan Penjelasannya

Tari Tanggai adalah salah satu tari tradisional Indonesia yang berasal dari budaya masyarakat Palembang, Provinsi Sumatera Selatan. Tarian ini kerap disajikan sebagai tari selamat datang atau tari penyambutan tamu. Dalam upacara pernikahan masyarakat, hingga kini tari Tanggai masih kerap dipentaskan. Selain itu, ketika ada pejabat negara yang datang dalam acara kedinasan, tari ini juga kadang